Rantai Pasok Konvensional
Dalam berbagai referensi logistik, transportasi sering dianggap sebagai bagian integral dari proses distribusi barang. Dipandang sebagai proses pemindahan barang antar aktor atau partisipan dalam suatu rangkaian rantai pasok, transportasi berfungsi sebagai alat pelengkap yang menggerakkan barang sepanjang rantai pasok. Rantai pasok adalah serangkaian proses bisnis yang menghubungkan beberapa aktor atau partisipan untuk meningkatkan nilai tambah bahan baku/produk dan mendistribusikannya kepada konsumen. Dalam perspektif konvensional, tujuan utama rantai pasok adalah meningkatkan nilai tambah.
Setiap aktor/partisipan dalam jaringan rantai pasok memberikan sumbangsih berupa input atau proses spesifik yang meningkatkan nilai produk. Fungsi transportasi dalam distribusi barang antar partisipan rantai pasok menegaskan perannya sebagai pendukung kegiatan partisipan sepanjang rantai pasok. Transportasi biasanya berperan dalam sistem dorongan (push system) logistik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pabrikan menjadi titik awal proses rantai pasok, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui berbagai partisipan. Konsumen adalah ujung rantai pasok, baik perorangan maupun lembaga. Fungsi transportasi menyesuaikan diri dengan jenis-jenis rantai pasok yang ada (Bowersox et al, 2002).
Dalam model dorongan, barang diproduksi untuk didorong mengalir menuju lokasi konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung. Produksi bertujuan memenuhi persediaan para partisipan sepanjang rantai pasok. Model tarik memiliki proses yang berbeda, di mana distribusi barang ditentukan oleh permintaan konsumen yang direkam oleh grosir. Permintaan ini menjadi panduan untuk memesan barang kepada pabrikan. Transportasi kemudian mendistribusikan barang di antara partisipan rantai pasok tarik hingga diterima oleh konsumen. Model tarik berkembang seiring dengan teknologi informasi, khususnya e-commerce. Teknologi ini telah mengubah konfigurasi rantai pasok konvensional, menempatkan transportasi dalam peran yang lebih integral dalam proses distribusi, sehingga memiliki kemampuan untuk memotong rantai pasok (M. Davis et al, 1983).
Model Kolaborasi Jaringan Transportasi dan Teknologi Informasi
Dengan teknologi informasi, fragmen-fragmen rantai transportasi, seperti proses first mile, middle mile, dan last mile, diintegrasikan dalam model kolaborasi jaringan transportasi. Model ini memiliki kemampuan mentransportasikan barang yang mirip dengan rantai pasok konvensional.
Model kolaborasi mengintegrasikan berbagai subproses di setiap mata rantai transportasi. Ini tidak hanya menciptakan rantai proses serial, tetapi juga memiliki kemampuan disintermediation dan reintermediation yang dapat menyesatkan rantai pasok konvensional. Setiap partisipan dalam rantai pasok konvensional dapat melakukan disintermediation untuk mempercepat pengiriman barang mereka. Reintermediation dapat melibatkan lembaga perantara dalam proses distribusi barang.
Kemampuan model kolaborasi dalam disintermediation dan reintermediation pada dasarnya memanfaatkan kemampuan transportasi dalam memotong dan memperpendek rantai distribusi, sehingga barang lebih cepat sampai tujuan.
Perkembangan model rantai pasok menunjukkan bahwa transportasi memiliki peran yang berbeda dalam model konvensional. Transportasi dapat berdiri sebagai entitas proses distribusi mandiri yang tidak bergantung pada rantai pasok konvensional.
Di era e-commerce, peran transportasi dalam disintermediation dan reintermediation diprediksi akan semakin luas. Berbagai model pembelian barang melibatkan teknologi informasi dan transportasi dalam proses transaksi dan distribusi.
Proses disintermediation memungkinkan pemotongan rantai pasok dengan, tanpa melalui partisipan tertentu, melalui transportasi langsung ke konsumen. Proses reintermediation memungkinkan pemotongan rantai pasok dengan keterlibatan pihak intermediary, seperti pelaku e-commerce atau gudang distribusi. Proses ini berpotensi diterapkan pada model bisnis B to B dan B to C. Proses ini dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi. Proses ini juga menunjukkan peran transportasi dalam transaksi digital.
Perkembangan sistem e-distribution telah menempatkan transportasi sebagai sistem yang dapat mendisrupsi rantai pasok konvensional, mempercepat, mempermudah, dan mempermurah pendistribusian barang.
Dengan e-distribution, produsen atau partisipan lain dapat menjual dan mendistribusikan langsung ke pelanggan, menghilangkan perantara dan mengurangi biaya. Proses disrupsi membutuhkan pengembangan dan pengelolaan jaringan transportasi dan distribusi yang didukung oleh teknologi informasi, memungkinkan distribusi barang lebih efisien dan efektif tanpa melibatkan banyak partisipan rantai pasok konvensional.
Menurut Putro (2022), model kolaborasi jaringan transportasi dan teknologi informasi mengintegrasikan proses first mile, middle mile, dan last mile, memotong rantai pasok konvensional dan mendistribusikan barang dari supplier ke konsumen.
Penulis
ngin lebih dekat dengan The Transporter? Klik
di sini.
Untuk bertanya tentang Penerimaan Mahasiswa Baru, kunjungi
Admisi ULBI.