News Page

Kata “healing” kini tak lagi hanya milik sesi terapi atau retret akhir pekan. Bagi Generasi Z—mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012—“healing” adalah bagian dari gaya hidup yang semakin erat kaitannya dengan cara mereka berwisata dan bergerak di ruang kota. Dengan jumlah populasi mendekati 75 juta jiwa, generasi ini menjadi aktor utama dalam perubahan lanskap pariwisata dan sistem transportasi perkotaan di Indonesia (IDN Research Institute, 2024).
Tren liburan Gen Z sangat khas: singkat, padat, tapi penuh makna. Rata-rata, mereka memilih perjalanan 2 hingga 4 hari di dalam negeri yang terjangkau secara finansial. Tujuan utamanya bukan sekadar bersenang-senang, melainkan untuk mereset pikiran, mengeksplorasi budaya lokal, dan mencari pengalaman autentik. Seiring dengan kecepatan hidup dan beban keseharian yang padat, mereka mencari pelarian yang ringkas namun berdampak. Menurut laporan IDN (2024), tren ini mencerminkan pola konsumsi liburan yang efisien namun tetap penuh nilai emosional.
Media sosial, terutama TikTok dan Instagram, menjadi panggung utama inspirasi mereka. Informasi dari influencer sering kali lebih berpengaruh daripada brosur atau situs resmi pariwisata. Bahkan keputusan memilih destinasi sangat dipengaruhi oleh ulasan daring dan konten visual yang viral (Popșa, 2024).
Sebagai generasi digital native, Gen Z mengandalkan teknologi dalam setiap tahap perjalanan: dari merencanakan, memesan, hingga mengevaluasi pengalaman wisata. Aplikasi yang memberikan transparansi harga, kemudahan akses, dan fitur anti-stres menjadi favorit. Sebanyak 81% Gen Z menyatakan bahwa aplikasi perjalanan membantu mengurangi kecemasan saat liburan (Popșa, 2024).
Selain soal efisiensi dan digitalisasi, kesadaran akan keberlanjutan mulai tumbuh di kalangan Gen Z. Laporan global menunjukkan bahwa 56% dari mereka memilih opsi perjalanan yang ramah lingkungan, meskipun prioritas utama mereka di Indonesia masih cenderung pada isu ketimpangan sosial dan kesehatan mental (IDN Research Institute, 2024).
Di ruang kota, Gen Z menunjukkan preferensi terhadap moda transportasi yang fleksibel, terjangkau, dan berkelanjutan. Studi oleh Fisu et al. (2024) menyimpulkan bahwa lingkungan dengan keberagaman fungsi lahan dan kepadatan tinggi mendorong Gen Z untuk berjalan kaki, bersepeda, atau menggunakan transportasi umum. Namun realita di lapangan belum mendukung sepenuhnya. Di banyak kota besar, transportasi publik masih belum memadai, sehingga ketergantungan pada kendaraan pribadi tetap tinggi.
Dalam konteks ini, transformasi sistem transportasi menjadi hal yang krusial. Pemerintah dan perencana kota perlu menyesuaikan kebijakan dengan perilaku dan preferensi generasi ini, yang cenderung lebih sadar akan lingkungan, mengandalkan teknologi, dan mencari solusi yang personal.
Dari cara liburan hingga pilihan moda transportasi, Gen Z mengajarkan bahwa mobilitas dan pariwisata kini bukan hanya soal jarak dan tujuan, tetapi juga tentang nilai, pengalaman, dan kesadaran. Seperti diungkapkan oleh Popșa (2024), “Gen Z authenticity involves promoting travel as an experience, where tourists can step out of their routine and have direct contact with local communities.” Dengan memahami Gen Z, kita tak hanya membaca masa kini, tetapi juga memetakan masa depan transportasi dan pariwisata Indonesia.

Referensi artikel
Fisu, A. A., Syabri, I., & Andani, I. G. A. (2024). Urban dynamics and Gen-Z mobility: The influence of land use diversity and density on daily trip patterns in Indonesia. Sustainable Futures, 8, 100388.
IDN Research Institute. (2024). Indonesia Gen Z Report 2024. IDN Media.

Popșa, R. E. (2024). Exploring the Generation Z travel trends and behavior. Studies in Business and Economics, 19(1), 189–195.

www.transportasi.ulbi.ac.id
www.ulbi.ac.id

Healing, Digital, dan Transportasi Ramah Lingkungan: Gaya Liburan dan Mobilitas Gen Z